Pemilihan Kepala Daerah Di Masa Pandemi Covid-19

Oleh: IZZATUL HUMAIRAH
Mahasiswa ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Malang

Detikkasus.com | Di negara Indonesia yang memang menganut sistem Presidensial pada awalnya bahwasanya suatu pemilihan kepala daerah di Indonesia sudah dilakukan sejak dari tahun lamanya dan pemilihan ini dilakukan satu paket dengan bersamaan wakil kepala daerah . pemilihan kepala daerah langsung ini merupakan suatu implementasi menuju kedaulatan rakyat sesuai dengan UUD 1945. Pemilihan kepala daerah ini adalah suatu bentuk yang demokrasi di daerah untuk dapat memilih Gubernur,walikota dalam suatu sistem ketatanegaraan yang ada.

Saat ini, pemilihan kepala daerah (pilkada) dilakukan secara langsung. Pilkada secara langsung ini merupakan suatu kerangka dalam adanya kelembagaan baru dalam rangka untuk mewujudkan suatu proses yang demokratisasi di daerah. Pilkada secara langsung ini juga terdapat banyak konflik dan masalah, pilkada serentak juga bukan merupakan suatu jawaban dari permasalahan pesta demokrasi yang ada di daerah. Proses ini juga merupakan suatu yang diharapkan agar mampu menurunkan secara luas dengan adanya suatu pembajakan kekuasaan yang dilakukan oleh pihak pihak partai politik yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Baca Juga:  Dalam Rangka HKGB Ketua Bhayangkari Daerah Bali Membuka Pertandingan Bola Volly

Selain itu, pilkada ini juga diharapkan dapat menghasilkan suatu pemimpin kepala daerah yang memiliki akuntabilitas dan suatu integritas yang lebih tinggi kepada rakyat. Pilkada secara langsung juga telah berlangsung sejak tahun 2005 yang didasarkan pada ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 yang berlandaskan pada ketentuan pasal 18 ayat 4 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis (Nopyandri, 2020).

Pemilihan kepala daerah serentak yang terakhir di Indonesia dilaksanakan pada 9 Desember tahun 2020. Dan ini juga merupakan suatu pemilihan kepala daerah serentak ke empat kalinya yang di selenggarakan di Indonesia. Dalam melaksanakan pilkada serentak ini mengalami beberapa macam tantangan.

Menurut Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asyari terdapat dua tantangan yang dihadapi yaitu penyelenggaraan pilkada dengan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dan pelaksanaan pada masa pandemic Covid-19. Dan ini merupakan Pilkada yang berbeda dari tahun yang seelumnya dikarenakan sudah kita ketahui ahwa ini pertama kalinya melakukan pilkada di era masa pandemi akan tetapi ada suatu keijakan yang tegas dari Pemerintah ahwasanya pilkada ini harus tetap terlaksanya dengan suatu protokol kesehatan. Di lihat dari suatu proses pemilihan pilkada serentak ini bahwa hasinya tidak atau bahkan kurang maksimal dikarenakan kurang minat pemilih dari masyarakat sendiri dan masyarakat enggan datang ke TPS untuk mencolos atau memilih suatu survey dari kebanyakan masyarakat memilih untuk GOLPUT.

Baca Juga:  Oknum Polisi Polres Aceh Timur, Lakukan Ancam Kepada Wartawan Media Online Aceh.

fakta di lapangan juga justru menunjukkan bahwa suatu implementasi dalam bentuk demokrasi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Banyak dari kaum masyarakat yang mengganggap bahwa suatu kecurangan ini menjadi hal yang wajar dalam pemilu. Contohnya saja pada pilkada pada tahun 2020 di masa pandemi COVID – 19 ini . Pihak yang terkait dan dengan kedudukan penting dianggap berpotensi melakukan memanipulasi anggaran COVID 19 untuk mereka gunakan kampanye. Adanya suatu krisis ekonomi yang terjadi di masa pandemic ini juga dimanfaatkan oleh para anyak calon untuk melakukan “penyogokan” dengan memberikan sembako dan uang serta yang lainnya. Pandangan tersebut disebabkan karena keputusan pemerintah melalui Perpu No. 2 Tahun 2020 tentang Pilkada yang terkesan “memaksakan” untuk tetap melaksanakan suatu Pilkada secara langsung dengan menerapkan adanya protokol kesehatan. Padahal diketahui ahwa, penerapan protokol kesehatan ini juga dalam Pilkada tentu saja juga sangat membutuhkan anyak biaya yang lebih besar. Sikap pemerintah yang menujukkan bahwa suatu peningkatan jumlah pasien positif COVID – 19 tidak disebabkan oleh pelaksaan Pilkada tidak sesuai dengan fakta banyaknya petugas yang terlibat, seperti ketua dan anggota Komisi Pemilihan Umum atau komisioner dan staf KPU daerah yang dinyatakan positif COVID – 19. Kondisi tersebut juga menunjukkan ahwa masih adanya suatu kelemahan implementasi demokrasi di Indonesia, yang tidak sesuai dengan tujuan awal penerapan sistem Pilkada. Pernyataan yang ada saat ini juga dapat dibuktikan ahwa dengan semakin meningkatnya sifat pasif dan apatis dalam partisipasi politik. Sehingga, diperlukan adanya suatu upaya perbaikan dalam diri untuk meningkatkan integritas Pilkada sehingga pemilihan yang luberjurdil dapat terlaksana dengan yang di harapkan

Baca Juga:  Razia, Polsek Oba Utara, Polres Tidore Temukan 3 Pelajar Pesta Miras' Jenis Cak Tikus di Dalam Kafe.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *