Detikkasus.Com | Jateng & DIY
Wahyudi Als Karebet Pimpinan Awak Media Jejak Kasus JATENG & DIY usai pertemuan internal dengan perwakilan Timsus di GALA STEAK AND PIZZA Minggu, 03 Januari 2021 Pukul 20.30 WIB Di Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Semarang Jawa Tengah
“Wartawan adalah profesi terhormat serta pekerja atau profesi yang sangat edukatif mencerdaskan kehidupan yang berideologis jurnalistis. Jadi kita semua para wartawan harus memahami marwah jurnalis dan bukan hanya menakut nakuti pemangku kebijakan”, Tandas Wahyudi Als Katebet.
Selain itu juga harus memahami kode etik jurnalistik (berimbang) dan semua hasil temuan sebelum di unggah harus betul-betul di kondisikan maupun di klarifikasi terlebih dahulu, imbuh Wahyudi Als Karebet.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar maka wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.
Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan mentaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran : independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara, tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran : Cara-cara yang profesional adalah baik itu menunjukkan identitas diri kepada narasumber, menghormati hak privasi, tidak menyuap, menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya.
Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang, menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara, tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri, penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran : Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta, Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran : Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran : Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran : Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum, suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran : Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran : Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas,Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran : Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran : Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran : Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
Standar Operasional Prosedur (SOP) wartawan atau Jurnalis Media JEJAK KASUS JATENG & DIY
Wajib memahami dan mentaati UU No: 40/1999, tentang Pokok Pers Indonesia.
Wajib memahami dan mentaati Kode Etik Jurnalistik Indonesia dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya dan wajib menjunjung tinggi etika pers serta wajib memahami Standart Perlindungan Wartawan yang dikeluarkan Dewan Pers di Jakarta, tanggal 25 April 2008,Wajib memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, akurat serta terpercaya.
Tidak melakukan plagiat dan wajib menyebutkan narasumber, baik informasi maupun karya fotography, tidak menerima suap atau fasilitas apa pun dari pihak mana pun, yang patut diduga memiliki hubungan dengan karya jurnalistik.
Dalam menjalankan tugas jurnalistik, wajib memperlihatkan identitas, kecuali pada liputan tertentu, wajib memperlihatkan tanda pengenal (ID Card), berpakaian sopan dan rapi saat menjalankan tugas jurnalistik, wajib menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah.
Memberi ruang untuk koreksi dan ralat serta selalu melakukan check and ricek, tidak mengeksplorasi berita yang bersifat : SARA serta kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur.
Menjunjung tinggi dan menghargai narasumber anonim atau bersifat Off The Record, Menjaga kerahasiaan dan identitas narasumber.
Dalam liputan konflik SARA dan bersenjata, wajib bersikap independen dan tidak tendensius.
Mendapat perlindungan hukum, sebagai akibat dari tugas jurnalistik yang dihasilkan. Kecuali terlibat narkoba, terorisme, suap serta pelecehan seksual maupun kekerasan dalam rumah tangga.
Displin dalam bekerja, terutama masuk dan pulang. Kecuali jika ada liputan luar kota/daerah, tidak mengunakan atau konsumsi minuman keras/narkoba/berjudi di kantor, tidak melakukan pelecehan seksual dan bias gender.
Hal-hal lain yang diatur berdasarkan statuta yang berlaku.
(Lilik-Siswanto – DK Melaporkan)