detikkasus.com, Riau, Sekretaris Daerah (Sekda) Indragiri Hulu (Inhu), Riau mengatakan bahwa dalam audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Riau di Pekanbaru tidak ditemukan kerugian Negara/Daerah.
Diantaranya kasus pembayaran tunjangan bagi pimpinan dan anggota DPRD Inhu Rp5.455.000.000,00
“Tidak ada kerugian Negar/Daerah dalam temuan BPK tersebut,” papar Sekda Inhu, Ir. Hendrizal, M. Si.
Sementara itu Wakil Ketua LSM Gerakan Pemuda Anti Korupsi (GPAK), Muhammad Junaidi, S. Sos, M. Si berpendapat bahwa sesuai dengan sub copy hasil audit BPK tersebut terungkap bahwa dugaan korupsi berjamaah yang diduga melibatkan 40 anggota DPRD Inhu tersebut dan beberapa oknum PNS/ASN di Sekretariat DPRD Inhu terungkap indikasi dugaan korupsi.
Junaidi mengatakan, kasus dugaan korupsi Pembayaran Tunjangan Perumahan bagi Pimpinan dan anggota DPRD Inhu sebesar Rp5.455.000.000 APBD Inhu 2016.
Masih audit BPK, katanya,.kasus Kelebihan Pembayaran Hak Keuangan Pimpinan dan anggota DPRD Inhu Rp1.380.457.776 dan kasus Kelebihan Pembayaran Tunjangan Transportasi kepada Wakil Ketua dan anggota DPRD Inhu Rp702.039.271 APBD Inhu 2017.
Junaidi merujuk pada Pasal 64 ayat (1) UU No. 1/2004 Tentang perbendaharaan Negara, menyebutkan “bendahara dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana.
” Berarti jika lewat batas waktu 60 hari tidak selesai ditindaklanjuti maka BPK akan melakukan pemeriksaan investigatif dan hasilnya dilaporkan kepada penegak hukum,” ungkapnya.
Disampinh itu, bebernya pula sesuai Pasal 4 UU No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001. Dalam aturan itu disebutkan pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapus dipidana ya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Dijelaskannya pula, bahwa kasus dugaan korupsi Rp5.455.000.000 APBD Inhu 2016, Pencairan uang tersebut tidak memiliki payung hukum. Yakni Perbup tahun 2016. Mereka memakai Perbup 2015. Sementara Perbup 2015 berlaku hanya untuk satu tahun yakni tahun 2015. Korupsi terjadi karena tidak tertip administrasi.
“Walaupun uang tersebut hak pimpinan dan anggota DPRD Inhu, namun pencairannya harus berdasarkan payung hukum. Karena uang itu milik Negara dan bukan uang pribadi. Semua harus ada payung hukumnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mereka yang terlibat, semuanya harus dikenakan hukuman sesuai Undang-undang di NKRI ini. Dan penegak hukum harus obyektif dan adil,” tegasnya.
Ditanya soal laporan kasus-kasus tersebut, Junaidi menyebutkan bahwa yang dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Kejari Inhu) telah disampaikan oleh LSM GPAK tanggal 06 Mei 2019 silam dengan surat No. 1/GPAK/5/2019/K.
Dan surat kedua disampaikannya tanggal 27 Juni 2019 dengan surat No. 9/GPAK/6/2019/K. Serat tersebut juga ditembuskan ke Jaksa Agung Muda Pengawasan, Jaksa Agung dan Kejaksaan Tinggi Riau di Pekanbaru.
” Ada 12 anggota yang lama kembali duduk di dewan. Kami selaku sosial kontrol dengan wadah LSM GPAK, maka kami menunggu action nyata segera dari penegak hukum di daerah ini yakni Kejari Inhu. Dan kasus ini.seharusnya diketahui oleh warga Inhu sebelum pelantikan anggota DPRD Inhu akhir bulan September ini. Agar yang dilantik semuanya bebas masalah dugaan korupsi,” paparnya. Harmaein.