Kekerasan karena Modelling?

Oleh : Cahyani Syafitri
Fakultas : Psikologi
Universitas : Muhammadiyah Malang.

Detikkasus.com | Akhir-akhir ini, dapat kita jumpai berbagai bentuk kekerasan. Setiap kali membuka media masa dan media sosial, pasti dijumpai berita-berita mengenai pembunuhan, perampokan, pelecehan seksual, serta tindak kriminal dan kekerasan lainnya. Banyak stasiun televisi yang juga menayangkan film-film bertema kekerasan.
Di indonesia sendiri, kekerasan yang ditayangkan di televisi tidak hanya terjadi pada film saja. Kekerasan dapat juga ditayangkan dalam siaran berita, baik itu dari televisi swasta, TVRI, maupun media sosial.
Sebenarnya, jika dilihat dari sisi psikologis seseorang, kekerasan yang dipertontonkan dalam media masa dan media sosial dapat mempengaruhi penontonnya untuk menjadi lebih agresif. Agresif sendiri memiliki pengertian yaitu tindakan yang melukai orang lain baik itu secara verbal maupun non-verbal.
Salah satu sebab mengapa sekarang seseorang mudah sekali berperilaku agresif adalah karena adanya contoh yang mereka lihat, baik itu di media masa maupun di media sosial.
Dapat kita lihat bahwa sekarang ini semakin marak terjadi tindak kriminal dan kekerasan. Hanya karena masalah sepele saja dapat membuat seseorang saling mencaci, melukai bahkan saling membunuh. Hal ini dapat terjadi karena banyaknya konten-konten kekerasan yang disebarluaskan, diumbar secara blak-blakan tanpa memikirkan dampak apa yang akan terjadi.
Bagi beberapa orang, suatu berita mungkin memang dijadikan sebagai tambahan bagi wawasannya. Namun bagi beberapa orang lainnya justru akan menambah motivasi mereka dalam melakukan tindakan sesuai dengan apa yang ditayangkan dalam berita tersebut. Apabila seseorang mengalami keadaan emosional yang tak terkontrol maka orang-orang tersebut kemungkinan dapat meniru (modelling) tindakan-tindakan negatif dari berita yang ditayangkan, baik dalam media masa maupun media sosial.
Mereka akan mencontoh (modelling) dan menjadikan berita tindak kriminal dan kekerasan sebagai referensi dalam melakukan kejahatan. Melakukan trik-trik yang dilakukan pada kasus kekerasan dan pembunuhan yang ditayangkan dalam media masa maupun media sosial sebagai langkah-langkah untuk melakukan kekerasan bahkan pembunuhan pada seseorang.
Tindak kekerasan ini tidak hanya terjadi pada kaum dewasa saja, namun juga dapat terjadi pada anak-anak. Banyak sekarang ini yang dapat kita lihat bahwa anak-anak telah difasilitasi gawai tanpa pengawasan dan pendampingan dari orang tuanya. Mereka mulai bermain game-game action, memiliki beragam media sosial dan aplikasi yang sebenernya belum waktunya untuk dimainkan atau diketahui oleh anak-anak tersebut.
Dari sanalah mereka mulai belajar, mengamati perilaku-perilaku yang mereka lihat dan dapatkan, kemudian mereka akan mencoba untuk menirunya, menerapkan apa yang mereka lihat di beberapa kesempatan.
Seperti contoh kasus seorang siswa yang bertindak tidak sopan, bahkan melakukan tindak kekerasan kapada gurunya. Hal ini dapat terjadi karena adanya contoh-contoh dari kasus-kasus terdahulu yang pernah disebarkan. Ditambah lagi sekarang ini orang tua malah lebih mendukung anaknya, tanpa tahu keadaan sebenarnya seperti apa. Hal ini pulalah yang membuat anak merasa tidak melakukan suatu hal yang salah meskipun pada kenyataannya mereka telah melakukan kesalahan. Merasa terlindungi karena mereka merasa “masih kecil”. Adanya pemakluman dari masyarakat juga membuat kasus ini seakan tiada berakhir, dan membuat anak tidak jera dalam melakukan kesalahan.
Atas kejadian-kejadian di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa tidak semua penggunaan media masa dan media sosial dapat berdampak positif bagi masyarakat, tetapi juga memiliki dampak negatif yang sangat berpengaruh dalam pembentukan perilaku dan karakter seseorang.
Jadi sebagai individu pemerhati media masa dan media sosial yang baik, sebaiknya kita dapat memilah-milah berita yang kita peroleh untuk dijadikan sebagai contoh dalam membentuk perilaku yang baik. Bagi pengguna media masa dan media sosial yang lainnya juga diharapkan untuk pandai-pandai dalam menggunakan media masa dan media sosial. Mampu membatasi dan memilah mana yang perlu disebarluaskan dan mana yang tidak perlu untuk disebarluaskan. Karena hal tersebut secara tidak langsung dapat berpengaruh pada psikologis seseorang dan hal tersebut juga akan berpengaruh pada perilaku yang dimunculkan seseorang.

Baca Juga:  Mentri baru Kebijakan Baru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *