Oleh : Dinda dwi junita
Alamat : desa sawo, kecamatan campurdarat, kabupaten tulungagung
Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang
Detikkasus.com | Sabtu 25 Mei 2019 tepat pada siang hari akses beberapa social media sudah mulai digunakan, seperti Facebook, Line, Whatssapp, Instagram, dan Twitter. Pada hari selasa tepatnya tanggal 22 Mei, pemerintah resmi mengeluarkan kebijakan mengenai pembatasan penggunaan social media. Menkopolhukam Wiranto bekerjasama dengan Menkominfo Rudiantara, mereka berdalih pembatasan ini dilakukan untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
Mereka khawatir dengan kasus aksi penolakan hasil Pemilu yang mulai berangsur ricuh sejak Senin malam. Mereka mengkhawatirkan akan terjadinya penggunaan social media sebagai wadah untuk menyebarkan berita Hoax. Terutama pada media Whatssapp dikarenakan pada media tersebut sering digunakan untuk membagikan informasi baik dalam format video maupun foto.
Hal ini sangat terkesan Deffensive dari pihak pemerintah, hanya karena sebuah perkara hingga harus membatasi keterbukaan informasi melalui social media.
Padahal sudah jelas dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 dimana masyarakat berhak mendapatkan keterbukaan mengenai informasi publik. Apalagi pembatasan penggunaan media social hanya dikarenakan takutnya informasi Hoax tersebar justru lebih terlihat pemerintah semakin membatasi ruang berpendapat masyarakat.
Masyarakat seharusnya diberikan kebebasan untuk berpendapat sesuai Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E Ayat 3 “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
Pemerintah juga seharusnya memikirkan dampak social yang akan dihadapi oleh masyarakat dengan kebijakan ini, banyak para pedagang online merasa dirugikan, mereka menjadi kesusahan untuk melaksanakan transaksi jual-beli.
Masyarakat sendiri juga menjadi kurang informasi, mereka hanya mampu mengandalkan media elektronik untuk mengakses informasi, lantas bagaimana nasib masyarakat yang hanya mampu mengakses informasi melalui social media?.
Sosial media juga tak hanya digunakan sebagai media informasi, melainkan juga banyak masyarakat yang menggantungkan diri terhadap social media sebagai wadah untuk bekerja dan berkomunikasi. Meski hanya beberapa fitur yang dibatasi seperti pengiriman gambar dan video, namun saya rasa dampak yang dirasakan masyarakat sangatlah banyak. Bagaimana dengan nasib portal berita online, bagaimana cara mereka membagikan informasi untuk masyarakat jika social media dibatasi?
Pemerintah justru seperti menganggap masyarakat Indonesia masih belum terlalu cerdas menggunakan social media, mereka seperti menganggap masyarakat Indonesia akan memakan segala jenis bentuk informasi secara mentah tanpa melakukan validasi tentang kebenaran yang terjadi diberita tersebut.
Padahal saya rasa masyarakat Indonesia sangatlah pintar menggunakan social media, mereka mampu memanfaatkan social media dengan baik, bahkan hingga mampu menciptakan peluang usaha di dalamnya. Pemerintah terlalu bersikap berlebih menanggapi apa yang akan terjadi ketika informasi mengenai demonstrasi melalui social media turun ke tangan masyarakat.
Demonstrasi sendiri merupakan kebebasan individu untuk menyampaikan kegelisahan mereka, lantas untuk apa menyikapi berlebih hingga menganggap dapat mengancam kedaulatan NKRI. Biarlah masyarkat berpendapat dan menyampaikan informasi melalui social media, toh kebebasan tersebut juga sudah diatur dalam Undang – Undang Dasar 1945, dimana UUD 1945 juga sudah dianggap sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara, dengan hal seperti ini pemerintah justru terlihat seperti menajdi pemerintahan yang anti kritik dan tak lagi menjadi pemerintahan yang demokratis.
Jika memang menganggap berita – berita Hoax berbahaya bukanya sudah ada pembentukan tim khusus cyber yang menangani dan mengawasi portal berita maupun social media yang memuat berita Hoax, masyarakat juga bisa langsung mengadukan berita ataupun informasi yang teridentivikasi sebagai berita yang tidak benar atau hoax kepada Kominfo melalui email dan website yang sudah mereka sediakan. Bahkan Kominfo sendiri menjamin kerahasiaan dari sang pelapor, bukankah dengan begini sudah jelas Pemerintah tak perlu melakukan hal yang berlebih sampai – sampai membatasi penggunaan media social.
Pro dan Kontra sendiri terjadi dengan diberlakukanya kebijakaan ini, ada masyarakat yang menganggap hal ini merupakan hal yang bagus karena dengan ini konten – konten berita Hoax tak semakin memperkeruh suasana yang sudah terjadi karena Demonstrasi, tapi juga banyak yang menganggap hal ini menjadi salah satu langkah pemerintah untuk mempersempit ruang kebebasan berekspresi dan berpendapat. Kalangan ini beranggapan bahwa Pemerintah telah melanggar isi UUD 1945 Pasal 28E Ayat 3 yang telah menjamin kebebasan berekspresi dan menyampaikan informasi itu sendiri. Kita juga seharusnya mulai bertanya – tanya apa tujuan Pemerintah melakukan pembatasan akses social media hanya dikarenakan takutnya masyarakat mengkonsumsi berita hoax atau ada hal lain yang ingin disembunyikan.
Hal yang disembunyikan bisa saja dengan membatasi social media kita menjadi tidak mengetahui dengan apa yang sebenarnya terjadi di kejadian Demonstrasi itu sendiri. Media elektronik hanya menampilkan kejadian dari satu sisi, lantas bagaimana kita bisa mengakses informasi dari sisi yang lain jika bukan dari social media itu sendiri. Di social media kita bisa mengakses atau mendapatkan informasi dari dua sudut pandang sekaligus, dari sudut demonstran dan pihak kepolisian yang mengamankan jalanya demonstrasi. Apa dengan pembatasan social media ini pemerintah memang bertujuan untuk menangkal pembagian berita hoax atau justru sebagai dalil untuk mempersempit kebebasan berpendapat dan tidak menerima kritik? Siapa yang tau.