Oleh Ilman Bukhory Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Ilmu Pemerintahan
Detikkasus.com | Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa di Indonesia menjadi seorang politisi perempuan tidaklah mudah. Politik sebagai ranah publik yang dikenal dengan penuh pertarungan, keras dirasa sangat tidak cocok dengan perempuan yang dirasa lemah.
Perempuan dipandang sebagai kelompok yang tidak memiliki kemampuan dalam hal berpolitik. Menjadi politisi perempuan membutuhkan keberanian tersendiri, selain karna dunia politik dianggap keras, terdapat juga kultur masyarakat patriarkhis.
Kultur masyarakt patriarkhis itulah yang memandang bahwa politik bukanlah tempat bagi perempuan karena politik dianggap kotor dan negatif untuk seorang perempuan.
Parahnya lagi, bukan hanya kultur masyarakat patriarkhis yang memperburuk keadaan politisi perempuan, terdapat juga pandangan yang menstretipkan perempuan. Pada pandangan tersebut, peremuan digambarkan sebagai manusia yang tidak memiliki kemampuan dalam politik. Pada pandangan ini, jelas sangat mendeskriminasi perempuan.
Akibatnya prempuan yang berpolitisi kurang mendapatkan apresiasi baik dari masyarakat, fungsionaris partai, maupun sesame caleg bahkan cenderung mendapatkan prasangka yang buruk. Padahal, gender tentu bukanlah halangan dalam berpolitik, dapat kita lihat bersama banyak prempuan yang menduduki jabatan tinggi di setiap instansi daerah, dengan hal tersebut cukup membuktikan bahwa perempunpun layak dan sepatutnya dihargai di dunia politik.
Kita di negara Indonesia, dengan menjungjung persamaan hak dan derajat maka sudah seharusnya perempuan diberikan hak hak serta perlindungan yang sama dengan laki-laki.
Jika budaya patriarkhi menjadi acuan serta landasan dalam berpolitik, maka masa depan Indonesia akan mudah hancur.
Mengapa demikian? Karena jika Indonesia dipimpin dengan seseorang yang tidak memiliki kecerdasan, tidak memiliki kepribadian yang baik dalam berpolitik maka masa depan Indonesia sendiri yang akan dirugikan. Sudah saat nya perempuan berkontribusi di dunia politik untuk Indonesia yang maju dan sejahtera.
Bicara fakta banyak fenomena-fenomena bahwa rendahnya keterwakilan politik perempuan ternyata tidak ahanya di eksekutif, namun juga di legislative. Sebagai contoh, pada pemilu 2014 lalu, dari total 560 kursi DPR, hanya menghasilkan 97 anggota DPR perempuan.
Makin tersingkirnya perempuan dalam dunia politik merupakan fenomena miris karena mencedrai amana undang-undang. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD menegaskan bahwa keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen.
Salah satu alasan, yang menjadi kambing hitam dari ketertinggalan politik perempuan adalah soal budaya patriarkhi, yakni perempuan dianggap lebih cocok mengurus wilayah domestic sementara laki-laki wilayah publik.
Adanya partai politik membantu perempuan untuk memberikan inspirasi dan menyuarakan pendapat tentang kesetaraan gender. Salah satu parpol dengan beranggotakan lebih dari 30% yang mempunyai misi untuk menyetarakan kedudukan perempuan dengan laki-laki dalam dunia politik. Itu salah satau langkah utama dalam memulai revolusi, agar martabat perempuan tidak direndahkan dan mengubah stigma masyarakat tentang perempuan.
Menurut saya perempuan saat ini masih mengalami ketidaksetaraan gender, terutama dalam dunia politik. Kita sebagai kaum millennial harus berusaha untuk memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mencapai kesetaraan gender tersebut. Maka dari itu kita sebagai kaum milleinial harus mewujudkan kesetaraan gender dan mengubah stigma yang telah melekat pada masyarakat mengenai perempuan yaitu budaya patriarkhi.