Detikkasus.com | Situbondo – Masyarakat mendesak Pemerintah Daerah (Pemkab) setempat agar segera menutup lokalisasi yang sering disebut bisnis lendir karena keberadaannya sudah mengkhawatirkan serta mengganggu lingkungan kota santri. Yang diikuti kurang lebih 50 peserta demo.
Hal inilah yang membuat gerah dan melakukan demo marathon tuntut diduga eks. lokalisasi agar ditutup yang biasa dikenal dengan sebutan Gunung Sampan (GS) di Desa Kotakan, Kecamatan Situbondo, Kabupaten Situbondo, Jatim yang dilaksanakan hari Senin hingga hari Jumat, (13-17 Mei 2019) di kantor Bupati Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Situbondo.
Baca juga (https://jejakkasusjabar.com/demo-marathon-oleh-gp-sakera-s-one-dan-elemen-masyarakat-tuntut-eks-lokalisasi-gs-ditutup/)
Dalam tuntutannya kepada Bupati oleh Gp Sakera (Gerakan Perlawanan Anti Korupsi, Edukasi, Resistensidan Advokasi), Tim S_One (Suara Satu) dan LPKPN Situbondo serta Komunitas Masyarakat dan Aliansi Aktivis Kabupaten Situbondo, diantaranya. Sebagai bentuk Visi, Misi Pemkab “Terwujudnya masyarakat Situbondo yang madani, mandiri dan lebih Beriman”. Hal ini ditengerai melanggar dengan Peraturan Daerah (Perda) No. 27 Tahun 2004 tentang Larangan Pelacuran.
Sumyadi yang mewakili Masyarakat dari sektor Barat, Besuki dan sekitarnya dalam orasinya mengatakan, “Tegakkan dan laksanakan PERDA yang sudah dibuat oleh PEMKAB. Kalo tidak legalkan sekali jangan masyarakat dibohongi dan dibodohi oleh aturan yang dibuat sendiri. Terkesan PERDA yang dibuat tidak dijalankan melainkan MANDUL”, sambut peserta demo “BENAR”, teriaknya.
Sementara itu, orasi dilanjutkan oleh Ketum Gp Sakera Situbondo, Saiful Bahri, mengatakan bahwa pemkab harus bisa menghentikan laju pertumbuhan tempat lokalisasi yang kini makin tidak terkendali. “Saya sudah menunggu lama kapan waktunya pemkab dapat menutup lokalisasi karena tempat prostitusi ini semakin merajalela dan tak terkendali. Oleh karenanya, harus ada perhatian serius dan segera dilaksanakan,”. Senin, (13/05/2019)
Bang Ipoel panggilan akrabnya menjelaskan munculnya tempat prostitusi ini sangat sayang dan disayangkan di kota santri tercinta ini. Yang melahirkan ulama dan umaroh, kami merasa malu dengan adanya tempat prostitusi di Situbondo. Sehingga pemkab harus tanggap dan dapat mengambil langkah yang konstruktif dan solutif untuk menyelamatkan generasi muda. “Kami menilai upaya PEMKAB dalam penertiban tempat prostitusi yang dilakukan terkesan dibiarkan dan kurang serius,” terangnya.
“Secepatnya Bupati dan Wakil Bupati Situbondo mengambil langkah dan menjalankan yang sudah ada peraturan daerah,” tegasnya lagi.
Kemudian setelah orasi di depan PEMKAB Bupati dan Wakil Bupati tidak berada di kantornya dan sempat terjadi dorong dorongan untuk masuk ke dalam Kantor PEMKAB guna menyampaikan apa yang menjadi keinginan dan tuntutan masyarakat Situbondo. Namun saat ditemui di Aula Baluran Situbondo yang diwakili oleh beberapa peserta demo yakni Ketum Gp Sakera, Syaiful Bahri yang didampingi Bendum, Supriyati, Sumyadi (tokoh pemuda Besuki), H Fahmi (tokoh masyarakat Desa Sumberejo), Ketua S One, Dwi Atmaka yang didampingi Hafis dan Ketua LPKN Fiki.
Semua peserta demo merasa kecewa karena yang semulanya tidak pernah ketemu dengan pemangku kekuasan yakni Bupati dan Wabup juga Sekda tidak berada di tempat hanya diwakili dengan 2 (asisten). Dalam tuntutannya yang utama adalah laksanakan dan jalankan PERDA yang sudah dibuat. (Ozi)