Detikkasus.com | RIAU- Kasus dugaan kriminalisasi Pers yang dialami Pemimpin Redaksi Harian Berantas (www.harianberantas.co.id), Toro Laia, diduga dilakukan Bupati Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau, Amril Mukminin, yang saat ini memasuki babak mendengarkan saksi ahli pidana berjalan dinamis dan menarik.
Ahli pidana pun meyakinkan bahwa pemberitaan di media bukanlah ranah pidana, karena Wartawan diberi hak oleh Undang-undang untuk memberitakan informasi kepada masayarakat umum, Senin, (3/12/2018).
Demikian disampaikan saksi/ahli pidana dari UIR, DR. Erdianto, S.H.,M.Hum. Dengan jelas dan gamblang Erdianto secara sistematis dan kental dengan ke ilmuan akademisnya menjabarkan bagaimana tentang pidana dan penerapannya di Indonesia.
“Jika ini soal pemberitaan di media, sekalipun akhirnya menyebut nama orang, namun sepanjang masih dalam konteks jurnalistik, dan terkait kepentingan umum sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang KUH Pidana Pasal 310 ayat (3), maka tidak serta merta di pidana karena fungsi Pers dan pemberitaan itu untuk kepentingan umum,” terang Erdianto.
Menurutnya hal serupa pun sudah kerap dimintakan pendapatnya diberbagai kesempatan dalam persidangan Pengadilan sengketa Pers, sebagai contoh di Sumatera Barat, ia telah menyampaikan pendapat ke ahliannya di depan persidangan dan cukup telah menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memberikan putusan.
“Hal seperti ini sudah pernah saya hadapi, dimana soal pemberitaan di jadikan delik pidana, padahal itu jelas-jelas soal pemberitaan di media, yang sifatnya sudah jelas untuk memberikan informasi ke publik, karena itu sudah menjadi tugas media untuk memberitakan, dan dilindungi undang-undang sepanjang itu dilakukan dengan profesional dan sesuai kode etik jurnalistik,” terang Dr. Erdianto menjelaskan.
Disisi lain, Jaksa Penuntut Umum atau JPU melayangkan pertanyaan terkait dengan berita di media online harianberantas.co.id yang menjadi sumber persengketaan hingga bergulir ke pidana.
Dimana menurut JPU, hal itu sangat memenuhi unsur untuk dituntut secara pidana, dan bukan dengan Undang-Undang Pers, karena sesuai dengan undang-undang ITE, pasal 27 ayat (3) hal itu jelas berakibat fitnah dan pencemaran nama baik.
“Tadi ahli mengatakan bahwa sepanjang dilakukan secara profesional dan dalam konteks jurnalistik, maka hal itu tidak boleh di pidana, apakah menurut ahli dengan judul berita seperti itu tidak pidana? sementara secara jelas telah menghakimi orang lain melalui pemberitaan? apakah itu bukan tindak pidana ?,” tanya JPU.
Pertanyaan JPU dengan tegas dan gamblang di counter oleh saksi ahli pidana, dimana dengan memberikan banyak ilustrasi DR, Erdianto menjelaskan, bahwa sepanjang pemberitaan itu dilakukan oleh Pers, dan secara profesional apalagi dengan kalimat diduga, maka hal itu benar-benar menjadi ranah Pers, dan harus diselesaikan berdasarkan Undang-undang.
Kan sudah dilindungi undang-undang Pers, Pers itu dijamin oleh undang-undang dalam profesinya, soal adanya kalimat yang dianggap bisa mencemarkan nama baik, dan dianggap sebagai penghakiman oleh Pers, sepanjang itu untuk kepentingan umum, tidak serta merta bisa dipidana.
Apalagi dengan kalimat diduga, kan masih menduga-duga? kan praduga tak bersalah? itu bukan menghakimi dan itu biasa dilakukan oleh media sejak dulu,” tegas Erdianto menjawab.
Diakhir pertanyaan JPU sebelum saksi ahli pidana meninggalkan ruangan persidangan, saksi ahli pun akhirnya menyerahkan sebuah berkas yang memuat pendapatnya kepada majelis hakim untuk dijadikan pertimbangan dalam menyikapi persoalan yang terjadi.
Diluar persidangan saat di wawancara sejumlah awak media, Erdianto mengatakan bahwa ia tetap kukuh dengan pendapatnya diruang persidangan, bahwa pemberitaan di media itu merupakan tugas jurnalistik yang telah mendapat perlindungan dari Undang-undang.
Ahli pidana dari UIR, DR. Erdianto, S.H.,M.Hum ini, justru mengapresiasi pemberitaan media yang terkait dengan korupsi, karena hal itu bisa mambantu aparat hukum dalam upaya penegakkan hukum.
“Tidak ada pemberitaan di media oleh Pers boleh dianggap sebagai menuduh atau fitnah, karena yang melakukan itu kan media, artinya Wartawan itu berhak, kecuali yang bukan berhak, sebagaimana terdapat dalam undang-undang ITE itu. Sama dengan Polisi yang menduga seseorang melakuan tindakan kejahatan, itu kan bukan fitnah, karena mereka diberi hak untuk itu.
Begitupun dengan Wartawan, mereka itu berhak menduga sepanjang mereka memiliki legalitas profesi,” terang Dr. Erdianto dihadapan sejumlah media.
Seperti diberitakan, Wakil Ketua Dewan Pers, Achmad Djauhari dihadapan sejumlah media menegaskan, bahwa masalah yang dihadapi Toro Laia, Pemimpin Redaksi, harianberantas.co.di pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru adalah murni tindakan kriminalisasi.
“Untuk itu, Dewan Pers adalah institusi pertama yang melawan tindakan kriminalisasi ini,” katanya kepada sejumlah Wartawan di Pekanbaru, Kamis (29/11/2018) pekan lalu.
Djauhari berada di Pekanbaru untuk menghadiri Lokakarya Pers. “Jika Toro divonis bersalah, itu artinya Pengadilan sebagai institusi pemberi rasa keadilan telah ikut melakukan tindakan kriminalisasi, dan tidak menghargai SEMA, Surat Edaran Mahkanah Agung tentang majelis yang harus mendengar kesaksian Ahli Pers” tegasnya.
Dengan demikian, kata Djauhari, Dewan Pers yang terus memantau persidangan ini, memberi dukungan kepada Toro selaku korban kriminalisasi.
“Sikap Dewan Pers sejak awal sudah jelas, ini kasus sudah disidangkan di Dewan Pers.
Dan masalah ini harus diselesaikan secara etik serta UU Pers. Masalah kata-kata diselesaikan dengan kata-kata,” tambahnya.
Nah, saat ini kata Djauhari, ditunggu aja proses persidangan. kemudian yang terpenting, sebaiknya pers tetap menghormati proses pengadilan.
“Jika nanti Toro dihukum bersalah, Dewan Pers tidak akan tinggal diam. Kami akan bantu memperjuangkan upaya hukum sampai ke Mahkamah Agung di Jakarta,” tegas Dewan Pers
Sementara, Toro Laia yang didakwa dalam pelanggaran undang-undang informasi dan transaksi elektronik atau ITE akibat pemberitaan media Pers di Harian Berantas yang dipimpinnya dihadapan rekan Pers mengatakan, “Perjuangan permainan kasus ini masih panjang, mari kita rekan-rekan dari Wartawan/Jurnalis saling mendoakan, supaya pada agenda sidang pemeriksaan keterangan Saya selaku Terdakwa berikutnya, dapat saya ungkap kejanggalan dan rekayasa yang terjadi”, harapnya.
Bahkan menurut Toro Laia, pihaknya telah menyiapkan sejumlah bukti dugaan keberpihakan JPU dalam penanganan perkara yang dialami, untuk diteruskan ke pihak berkompeten di Kejaksaan Agung, Presiden RI, sekaligus membawa kasus tersebut dalam sebuah seminar “Kriminalisasi Pers” yang diselenggarakan dalam waktu dekat, tegas Toro, Senin (03/12/2018). ***(Pajar Red)